browser icon
You are using an insecure version of your web browser. Please update your browser!
Using an outdated browser makes your computer unsafe. For a safer, faster, more enjoyable user experience, please update your browser today or try a newer browser.

ADAPTASI ARSITEKTUR PADA RUMAH TINGGAL DI PERMUKIMAN KELURAHAN KAMPUNG JAWA TONDANO KABUPATEN MINAHASA

Posted by on July 6, 2022

Oleh :
Pierre Holy Gosal
NIM. 107060103011006

Ringkasan
Dalam arsitektur, adaptasi dikenal dalam bentuk adaptasi perilaku atau adaptasi lingkungan dan adaptasi bangunan. Adaptasi terhadap lingkungan atau adaptasi perilaku yaitu perilaku penyesuaian yang merupakan bagian dari respon manusia terhadap lingkungan. Fenomena yang terjadi akibat adanya ketidaksesuaian atau pun di luar kebiasaan yang mengakibatkan perlunya adaptasi oleh manusia untuk mencapai keseimbangan. Adaptasi arsitektur dapat terjadi dengan sendirinya.
Berdasarkan fakta adanya perubahan-perubahan pada rumah-tinggal di permukiman Kampung Jawa Tondano, maka pertanyaan penelitian adalah: bagaimana akulturasi budaya mempengaruhi masyarakat kampung jawa tondano dalam membentuk pola tata ruang pemukiman di kampung jawa tondano dan faktor-faktor yang bagaimana yang mempengaruhi terjadinya adaptasi arsitektur rumah tinggal di kampung jawa tondano. Untuk itu maka tujuan penelitian ini adalah untuk, Mengkaji faktor akulturasi budaya yang terjadi di kampung Jawa Tondano dapat menyebabkan terjadinya pola pikir masyarakat Kampung Jawa sehingga berdampakm pada penataan tata-ruang permukiman Kampung Jawa Tondano. Mempelajari dan mengkaji ide, perencanaan, dan pelakasanaan pembangunan rumah masayarakat Suku Jawa yang merupakan tradisi yang dibawa oleh 63 orang Jawa yang bermukim di Kampung Jawa Tondano. Mengkaji semua aspek-aspek rumah tinggal yang dibangun oleh kelompok kecil masyarakat ini dan mengkaji rumah-rumah tinggal yang dibangun oleh generasi penerus kelompok masyarakat tersebut terutama pada cara –sara mereka membangun rumha tinggal di Kampung Jawa Tondano.
Akulturasi budaya yang terjadi di kampung jawa tondano adalah akulturasi budaya jawa dan budaya minahasa. proses akulturasi budaya ini berjalan dengan tidak berimbang dilihat dari jumlah penduduk karena jumlah komunitas suku jawa yang bermukim berjumlah 63 orang yang semuanya laki-laki dan masyarakat sub etnis tondano (tolour) yang berjumlah ribuan. sikap masyarakat suku jawa dan karakter kepribadian yang santun digabung dengan sikap keterbukaan masyarakat sub etnis tondano menjadikan proses akulturasi ini berjalan harmonis. agama komunitas kampung jawa sejak awal adalah islam dan setelah 190 tahun bermukim disana, semua penduduk kampung jawa saat ini 100% beragama islam, meskipun telah kawin campur dengan penduduk tondano, yang artinya dalam hal soal keyakinan beagama, tidak terjadi akulturasi.tarian hadrah tradisional, hadrah kreasi, lomba salawat jowo, tarian dana-dana, maengket jaton. dalam unsur budaya seni, terjadi akulturasi tetapi ciri khas budaya jawa lebih dominan. dalam soal berbahasa, terjadi proses akulturasi budaya harmonis dimana bahasa jawa dikombinasikan dengan bahasa tolour. bahasa ini kemudian dikenal dengan bahasa jaton.
Akulturasi budaya dikampung Jawa Tondano berpengaruh pada adaptasi arsitektur dan pola permukiman. Pecampuran budaya telah menyebabkan terjadinya perubahan-perubahan pada setting lay-out Kampung Jawa Tondano mulai dari pola berkelompok dengan Masjid Al Fallah sebagai pusat dan berada disisi Sungai Sumasempot, menjadi Pola Permukiman Minawerot dengan rumah-rumah dibangun secara teratur dan berjejer di kedua sisi jalan. Selanjutnya pola ini berkembann menjadi Pola Grid mengikuti perkembangan Kota Tondano yang meluas sehingga Kampung Jawa Tondano menjadi bagian dari Kota Tondano. Selajutnya adaptasi pola permukiman ini terjadi karena lahanKampung Jawa yang tidak besar dan ditinggali penduduk Kampung Jawa yang semakin banyak maka perkembangan rumah meningkat. Peningkatannyang tidak didukung luas lahan ini menyebabkan pola permukiman menjadi padat. Kepadatan yang terus menerus terjadi sehingga terjadi aglomerasi dimana sebagian masyarakat Kampung Jawa
bermigrasi ke luar Kampung Jawa Tondano dan membentuk komunitas baru disana. Tercata ada 9 Kampung Jawa Tondano dengan nama-nama yang berbeda yang berada di Provinsi Gorontalo, Kabupaten Minahasa Selatan, dan Kabupaten Bolaang Mongondow.
Akulturasi budaya berpengaruh pada rumah-tinggal masyarakat Kampung Jawa Tondano. Faktor-faktor yang memmasyarakat pengaruhi rumah-tinggal adalah perkawinan campur antara para pendatang yang berjumlah 63 orang. Perkawinan ini menghasilkan keturunan penduduk yang memiliki karakter baru. Tetapi selanjutnya dalam proses pembangunan rumah, mereka berubah.
Rumah-rumah yang dibangun mula-mula di Kampung Jawa Tondano adalah Omah Limasan dengan type yang palins sederhana. Rumah-rumah ini dianggap sebagai rumah sementara karena bagi Kyai Mojo dan pengikutnya, mereka masih berharap bahwa mereka akan dikembalikan ke Pulau Jawa. Setelah perang Diponegoro selesai tetapi kenyataanya mereka ternyata terus-menerus tinggal di Kampung Jawa. Faktor yang berpengaruh lain adalah faktor pengaruh pemerintah Kolonial Belanda yaitu Residen Manado Albert Jacques Frederic Jansen (1853-1859) memerintahkan kepada Tumenggung Zees Pajang sebagai Kepala Kampung untuk menata kembali pemukiman mereka. Untuk penataan ini maka pada saat itu generaTsi kedua telah berperan dan didukung dengan keluarga mereka yang berasal dari Tondano, maka Kampung Jawa dari sisi Sungai Sumasempot dipindahkan ke Jalan Akses Utama Kota Tondano ditarik lurus kedalam lahan Kampung Jawa menjadi aksis jalan baru. Dikedua sisi jalan inilah dibangun rumah-rumah baru yang secara arsitektur adalah rumah-rumah tradsional Minahasa dengan mengikuti tradisi membangun rumah di Minahasa. Sejalan dengan perkembangan teknologi, maka rumah-rumah tradisional berubah karena pengaruh rumah-rumah Belanda yang mana ruumah-rumahbelanda telah menggunakan Cement pada pondasi, dan dinding serta balok-kolom rumah, penggunaan Seng sebagai penutup atap dan penggunaan Kaca pada daun jendela dan daun pintu. Pengaruh rumah-rumah beton ini mengantar pada perubahan bentuk arsitektur rumah di Kampung Jawa Tondano. Perubahan ini semakin nyata sejak rumah-rumah di Desa Woloan (Tomohon) mulai berproduksi masal. Rumah-rumah Woloan secara perlahan-lahan menggantikan eksisiting rumah tradisonal di Kampung Jawa Tondano. Hal itu terjadi hingga kini.